Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di
Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu
direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik
Indonesia.
1. Definisi
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang
"pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
- Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
- Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
- Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber
daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran
bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama,
berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan
penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam
penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut
Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang
menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah
penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan
uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari
pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan
undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus
sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang
Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Ciri pajak
Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik
pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta
ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang
dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada
pengertian pajak antara lain sebagai berikut:
Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai
dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam
undang-undang."
Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi
perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat
membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya
dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan
umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun
pembangunan.
Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan
apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan
sanksi sesuai peraturan perundag-undangan.
Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas
Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan
pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi
mengatur / regulatif).
Jenis Pajak
2. Di tinjau dari segi Lembaga Pemungut Pajak dapat di bagi
menjadi dua jenis yaitu:
Pajak Negara
Pajak Penghasilan
Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Penjualan Barang Mewah
Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Pajak Bea Masuk dan Cukai
Pajak Daerah
Pajak Kendaraan bermotor
Pajak radio
Pajak reklame
Fungsi pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan
sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran
pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi,
yaitu:
Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin
negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat
diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan
rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.
Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni
penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini
dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan
yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui
kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat
untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik
dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan
pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea
masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi
dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur
peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif
dan efisien.
Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk
membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan
sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat.
Syarat pemungutan pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila
terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu
rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar
tidak menimbulkan berbagai maswalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi
persyaratan yaitu:
Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk
menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan
maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contohnya:
Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi
syarat sebagai wajib pajak
Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum
sesuai dengan berat ringannya pelanggaran
Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak
dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan
Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
UU tentang pajak, yaitu:
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan
UU tersebut harus dijamin kelancarannya
Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan
secara umum
Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib
pajak
Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak
mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun
jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan
menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil
dan menengah.
Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak
harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada
biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus
sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan
mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun
dari segi waktu.
Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan
dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam
menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat
positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran
pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin
enggan membayar pajak.
Contoh:
Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2
macam tarif
Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu
tarif, yaitu 10%
Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk
perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi
badan maupun perseorangan (pribadi)
Asas pemungutan pajak menurut pendapat para ahli
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa
ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
Adam Smith, pencetus teori The Four Maxims
1. Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan
ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah
sebagai berikut.
- Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
- Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
- Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
- Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai
berikut.
- Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
- Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
- Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
- Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
- Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandinglan sengan nilai obyek pajak. Sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.
3. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pahak adalah
sebagai berikut.
- Asas politik finalsial : pajak yang dipungut negara jumlahnya memadadi sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara
- Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat Misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
- Asas keadilan yaitu pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
- Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
- Asas yuridis segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.
- Asas Pengenaan Pajak
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau
kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai
keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan
yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam
Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan
negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu
undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan
dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara
sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya
untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh
negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
- Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
- Asas sumber, Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
- Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle).Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara mengga¬bungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.
Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili
atau kependudukan dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak,
dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama, pada kedua asas yang disebut
pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara untuk mengenakan
pajak adalah status subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang
bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau berdomisili (dalam asas domisili)
atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas nasionalitas). Di sini, asal
muasal penghasilan yang menjadi objek pajak tidaklah begitu penting. Sementara
itu, pada asas sumber, yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu
apakah objek yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak.
Status dari orang atau badan yang memperoleh atau menerima penghasilan tidak
begitu penting. Kedua, pada kedua asas yang disebut pertama, pajak akan
dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja (world-wide income),
sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya
terbatas pada penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang
ada di negara yang bersangkutan.
Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas
saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili
dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa
gabungan ketiganya sekaligus.
Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya yang mengatur mengenai subjek
pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili
dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut
asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur
mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.
Jepang, misalnya untuk individu yang merupakan penduduk
(resident individual) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini
seorang penduduk Jepang berkewajiban membayar pajak penghasilan atas
keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun
di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang,
dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan
atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang.
Australia, untuk semua badan usaha milik negara maupun
swasta yang berkedudukan di Australia, dikenakan pajak atas seluruh penghasilan
yang diperoleh dari seluruh sumber penghasilan. Semen¬tara itu, untuk badan
usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada
di Australia.
Teori pemungutan
Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar
Ilmu Hukum Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak,
yaitu:
Teori asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas
untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya
maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya
seperti layaknya dalam perjanjian asuransi deiperlukan adanya pembayaran premi.
Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini
banyajk ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan
asuransi.
Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak
adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan
dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan
perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini
banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan
perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan
jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang yang miskin justru
dibebaskan dari beban pajak.
Penerimaan Pajak di Indonesia
Target penerimaan negara Indonesia di sektor pajak tahun 2006
secara nasional sebesar Rp 362 trilyun atau mengalami peningkatan 20 persen
dari 2005 lalu. Angka tersebut terdiri Rp 325 trilyun dari pajak dan Rp 37
trilyun dari Pajak Penghasilan (PPh) Migas.
Target penerimaan negara dari perpajakan dalam APBN 2006
mencapai Rp.402,1 triliun. Target penerimaan itu antara lain berasal dari:
Pajak Penghasilan (PPh) Rp.198,22 triliun
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPN dan PPnBM) Rp.126,76 triliun
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp.15,67 triliun
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Rp.5,06
triliun
penerimaan pajak lainnya Rp.2,76 triliun.
Pendapatan pajak itu sudah termasuk pendapatan cukai Rp.36,1
triliun, bea masuk Rp.17,04 triliun dan pendapatan pungutan ekspor Rp.398,1
miliar. Total penerimaan pajak dalam lima tahun terakhir (2001-2005) sudah
mencapai 1.040 triliun. Pajak A) Bedasarkan wujudnya, pajak dibedakan menjadi :
1 Pajak langsung adalah pajak yang dibebanhkan secara langsung kepada wajib
pajak seperti pajak pendapatan, pajak kekayaan 2 Pajak tidak langsung adalah
pajak / pungutan wajib yang harus dibayarkan sebagai sumbangan wajib kepada
negara yangb secara tidak langsung dikenakan kepada wajib pajak seperti cukai
rokok dan sebagainya. B) Bedasarkan jumlah yang harus dibayarkan, pajak
dibedakan menjadi : 1. Pajak pendapatan adalah pajak yang dikenakan atas
pendapatan tahunan dan laba dari usaha seseorang, perseroian terbatas / unit
lain 2. Pajak penjualan adalah pajak yang dibayarkan pada waktu terjadinya
penjualan barang / jasa yang dikenakan kepada pembeli 3 Pajak badan usaha
adalah pajak yang dikenakan kepada badan usaha seperti perusahaan bank dan
sebagainya C) Pajak bedasarkan pungutannya dapat dibedakan menjadi: 1 Pajak
bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak / pungutan yang dikumpulkan oleh
pemerintah pusat terhadap tanah dan bangunan kemudian didistrubusiakan kepada
daerah otonom sebagai pendapatan daerah sendiri 2. Pajak perseroan adalah
pungutan wajib atas laba perseroan / badan usaha lain yang modalnya / bagiannya
terbagi atas saham – saham. 3 Pajak siluman adalah pungutan secara tidak resmi
/ pajak gelap dan merupakan sumber korupsi 4 Pajak tranist adalah pajak yang
dipungut ditempat tertentu yang harus dilalui oleh pengangkutan orang / barang
dari suatu tempat kertempat lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar