Setangkai
Zaitun Bangsa Palestina
Sumber: Jawa Pos, 15 Agustus 2010
Judul Buku: Dahsyatnya Lobi Israel
Judul Asli: The Israel Lobby and US Foreign
Policy
Peresensi: Yosephine Maryati
Penulis: John J. Mearsheimer dan Stephen M.
Walt
Penerjemah: Alex Trikantjono Widodo
Penerbit: Gramedia, Jakarta
Cetakan: I, Juli 2010
Tebal: xviii + 732 halaman
Kawasan Timur Tengah tak putus
dirundung pergolakan. Bangsa Palestina terus terisolasi di kampung halaman
sendiri. Invasi konyol salah rancang yang mahal dan bersimbah darah ke Iraq
merupakan bencana strategis Amerika Serikat (AS). Iraq karut-marut dalam perang
saudara memilukan setelah Saddam Hussein dimakzulkan. Israel-Palestina makin
terperosok ke dalam pusaran konflik. Hamas dan Fatah makin berebut dominasi
komunitas Palestina. Iran makin ngotot menguasai siklus senjata pemusnah masal.
Syria-Lebanon terus bersengketa dengan Israel soal dataran tinggi Golan. Al
Qaidah makin beringas menjadikan AS sasaran agresi.
Bagaimana suatu kelompok kepentingan
di AS bisa melembagakan kekerasan di Timur Tengah? Mengapa lobi Yahudi justru
membunuh masa depan bangsa Israel? Mengapa alasan moralitas usang tentang
Israel malah merusak reputasi AS? Itulah perdebatan utama yang dibahas dengan
sangat memikat oleh John J. Mearsheimer dan Stephen M. Walt dalam buku tentang
lobi Israel dan kebijakan Timur Tengah pemerintah AS.
Buku duet profesor ilmu politik
Universitas Chicago dan profesor hubungan internasional Universitas Harvard ini
mengkaji pengaruh kekuatan lobi Israel dalam kebijakan luar negeri AS di Timur
Tengah. Lobi Israel merupakan koalisi longgar yang berusaha memengaruhi
kebijakan politik luar negeri AS supaya oleng ke Israel.
Kelompok kepentingan perkasa itu
menginginkan para pemimpin AS memperlakukan Israel seolah-olah negara bagian
ke-51. Selain mendorong AS mendukung Israel tanpa syarat, individu-individu dan
kelompok-kelompok dalam lobi, misalnya American-Israel Public Affairs Committee
(AIPAC), memainkan peran penting dalam membentuk kebijakan AS untuk konflik
Israel-Palestina, invasi brutal ke Iraq, serta konfrontasi memalukan dengan
Syria, Lebanon, dan Iran.
Sang dermawan besar AS memberikan
porsi sangat istimewa dalam menyokong Israel. Dukungan melimpah itu
sesungguhnya berseberangan dengan kepentingan nasional AS. Juga, membuat dunia
Arab dan Islam makin antipati kepada AS, memperlama penderitaan bangsa Arab,
serta berbahaya bagi kepentingan jangka panjang Israel. Israel sejak perang
dingin berakhir justru menjadi beban strategis AS. Hubungan akrab
Washington-Jerusalem membuat kawasan Timur Tengah makin mudah mendidih dan
meletus.
Mearsheimer dan Walt, dua ilmuwan
politik AS, menguraikan kebijakan AS terhadap Timur Tengah sejak zaman PD II.
Awalnya, kebijakan itu muncul dengan alasan minyak bumi. Selanjutnya, kebijakan
dimotivasi antikomunisme. Sejalan dengan waktu, hubungan AS dengan Israel
tumbuh. Karena itu, AS punya tiga kepentingan strategis di Timur Tengah.
Pertama, mempertahankan akses pasokan gas dan minyak bumi. Kedua, menghambat
penyebaran nuklir. Sebab, senjata pemusnah masal tersebut bisa memperumit upaya
AS dalam menjaga minyak Timur Tengah tetap mengalir. Ketiga, memerangi
terorisme.
Biaya menjadi pengacara Israel
terus naik, tapi manfaat yang diperoleh AS menurun. Keamanan Israel sesungguhnya
bukan kepentingan strategis yang mendesak bagi AS. Andai Israel bangkrut pun,
AS tidak akan jatuh dalam bahaya. Sebaliknya, macetnya ekspor minyak dari Teluk
Persia bakal berpengaruh terhadap industri dan kesejahteraan AS.
AS sejak Juni 1967 memberikan
dukungan diplomatik dan material kepada Israel dengan porsi yang mengerdilkan
dukungannya untuk Palestina. Pembangunan permukiman Yahudi di wilayah
Palestina, bahkan oleh Leon Wieseltier, sejarawan simpatisan Israel, disebut
sebagai kekeliruan moral dan strategis yang terlewat besar. Situasi Israel saat
ini bisa lebih baik andai AS sejak dulu menekan Israel menghentikan pembangunan
permukiman di Tepi Barat dan Gaza.
Inilah pilihan yang seharusnya
diberikan kepada Israel: mengakhiri pendudukan yang merugikan diri sendiri dan
tetap menjadi sekutu dekat AS atau tetap menjadi negara penjajah tanpa
melibatkan AS. AS tidak bisa lagi membabi buta menyatakan setia kepada mitra
yang tidak memberikan imbalan apa pun. Argumen moral para pendukung bahwa
Israel adalah negara lemah yang dikelilingi para musuh yang bertekad melumatnya
membuat reputasi AS di mata internasional benar-benar bobrok.
Kelompok garis keras pendukung
Israel di AS yang getol melobi tidak menyadari bahwa merampas kemerdekaan
bangsa Palestina tidak menjadikan Israel aman. Perlawanan musuh-musuh Israel
bukan aksi brutal balas dendam. Bukan pula bukti kebencian mendasar kepada
bangsa Yahudi seperti antisemitisme yang dulu berjangkit di Eropa.
Tidak ada presiden AS yang
mendukung terwujudnya negara kebangsaan Palestina yang berdaulat dan merdeka.
Kebijakan AS di Iran sejak 1990-an sangat dipengaruhi keinginan pemerintahan
demi pemerintahan yang silih berganti di Israel. Lobi Israel membuat AS-Iran
tetap bermusuhan. Dukungan tanpa syarat AS dalam serangan Israel yang
menewaskan ribuan penduduk sipil Lebanon pada musim panas 2006 menggerogoti
kekuatan pemerintahan pro-Amerika di Beirut dan memperkuat sentimen anti-AS di
dunia Arab.
Israel sekarang merupakan negara
yang kuat, makmur, dan modern. Negara yang terbentuk menyusul tragedi besar
sejarah PD II itu terus menggunakan superioritasnya untuk menduduki sebidang
tanah milik bangsa Palestina seraya bersikap sewenang-wenang terhadap Lebanon,
Syria, dan Iran. Pendekatan konfrontatif Israel kepada musuh-musuhnya, menurut
Mearsheimer dan Walt, mengandung efek bumerang pada masa mendatang. Kini
saatnya kebijakan ekspansi Zionis yang gagal di wilayah Palestina ditinggalkan.
Mengherankan bila negara adidaya dan superkaya seperti AS bertahan mendukung
lobi Israel.
Buku ini sangat berempati kepada
dunia Islam, terutama pembelaannya kepada bangsa Palestina. Mearsheimer dan
Walt diibaratkan burung merpati dengan paruh menggigit setangkai daun zaitun
-simbol optimisme damai dan harapan berdaulat bagi bangsa Palestina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar