Latar Belakang
Mangga merupakan jenis buah tropis yang digemari oleh masyarakat di dunia dan
menjadi komoditas perdagangan antar negara. Publitas mangga dikenal sebagai The
Best Loved-Tropical , mendampingi popularitas durian sebagai King of Fruit.
Komoditas hortikultura, khususnya buah-buahan salah satunya buah mangga
mempunyai prospek baik bila dikembangkan secara intensif dan dalam skala
agribisnis. Dari tahun ke tahun permintaan buah tropis didalam dan luar negeri
semakin meningkat, baik dalam bentuk segar maupun olahan.
Keadaan produksi ataupun produktifitas, dan kualitas mangga Indonesia masih rendah, padahal kita mempunyai
koleksi plasma nutfah terbesar No. 2 didunia setelah India . Kebun koleksi tersebut
terletak di kebun percobaan daerah Cukorgondang Pasuruan. Penyebabnya antara lain
adalah bentuk kultur budidaya yang bersifat tanaman pekarangan varietas atau
kultivar aneka ragam, bibit kurang bermutu, dan pemeliharaan kurang intensif.
(Rukmana, 1997).
Disamping itu jika diamati laju perkembangan mangga, maka dijumpai kasus yang
perlu memperoleh perhatian, yaitu sejak tahun 1995 hingga 1997, produksi mangga
Indonesia meningkat, tetapi ekspor pada tahun yang sama mengalami penurunan
tajam. Pada tahun 1997 produksi mangga Indonesia mencapai 1.206.050 ton
(11,20% dari total produksi buah nasional) sementara ekspor mangga hanya
sebesar 74,995 ton (0,048% dari total ekspor buah nasional). Di lain pihak
impor buah-buahan dalam tahun yang sama justru mengalami peningkatan (Anonim,
1998). Hal tersebut menunjuk¬¬kan bahwa peran mangga dalam ekspor buah secara
nasional makin turun. Hal ini disebabkan oleh kualitas mangga Indonesia tidak
mampu bersaing di pasar global, atau konsumen jenuh dengan varietas yang ada,
yaitu Arumanis atau Gadung. Dengan demikian preferensi konsumen sedang berubah.
Untuk itu perlu menawarkan varietas alternatif, agar segmen pasar yang jenuh
tersebut bergerak kembali.
Pada beberapa tahun mendatang diramalkan warna merah akan mendominasi beberapa
aspek kehidupan masyarakat, tidak kecuali penampilan buah. Untuk itu penyediaan
varietas unggul mangga diarahkan untuk memenuhi perubahan selera konsumen yang
mulai menyukai warna buah merah untuk buah segar seperti mangga varietas Irwin,
Haden, Kensington Aplle. Di¬samping varietas-varietas untuk memenuhi kebutuhan
produk olahan sebagai diversifikasi produk mangga selaras dengan perkembangan
industri olahan yang berkembang pesat. Industrialisasi ternyata juga
menumbuhkan industri baru skala rumah tangga dan skala perusahaan besar.
Industri rumah tangga manisan atau asinan, juice, puree, jamu, kripik dan
tepung sedang tumbuh di beberapa pusat-pusat produksi mangga, yang semuanya
membutuhkan bahan baku
yang sesuai dengan kegunaan-nya.
Walaupun demikian varietas unggul buah mangga yang telah dilepas (dirintis)
resmi oleh Menteri Pertanian nasional dengan Surat Keputusan nomor 890
/Kpts/TP.240/11/1984, yaitu, varietas Arumanis-143, Manalagi-69, Golek-31 masih
menjadi primadona bagi konsumen buah mangga di beberapa negara seperti
Singapura, Eropa barat, USA ,
dan negara timur tengah. Sehingga harus juga terus dikembangkan kualitas dan
kuantitasnya, dengan mencari alternatif cara perbanyakan bibit mangga yang
paling efektif. Dalam usaha penyediaan bibit yang baik, banyak digunakan batang
bawah terutama varietas madu. Selain batang bawah, batang atas juga perlu
diperhatikan sehingga nantinya akan diperoleh tanaman mangga yang sesuai dengan
selera konsumen. Dari beberapa cara perbanyakan tanaman mangga yang paling
mudah dan banyak dilakukan orang sekarang ini adalah okulasi dan grafting.
Defoliasi adalah suatu cara yang umum dilakukan dalam hal ini melakukan
perompesan dalam batang atas adalah daun-daun pada calon batang atas dibuang
helai yang paling ujung atau memangkas seluruh daun dengan atau tanpa
meninggalkan dua helai digunting dan disisakan seperempat bagian. Menurut
Sudarto (2000), perlakuan defoliasi pada cabang entres dapat mendukung
persentase sambung jadi dan mempercepat tumbuhnya tunas atas. Hal ini
disebabkan karena ada kaitannya dengan kandungan asimilat yang terakumulasi
pada cabang entres yang dirompes. Dimana akumulasi hasil asimilat dapat
merangsang pembelahan, pembesaran dan deferensiasi sel, yang kemudian mendorong
proses pertautan antara batang atas dan batang bawah. Sehingga unsur hara,
mineral, dan air dapat berjalan dengan lancar dari batang bawah ke batang atas.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh beberapa macam varietas entres mangga (Mangifera Indica L.)
dan perbedaan waktu defoliasi entres terhadap pertumbuhan bibit secara
grafting.
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa
macam varietas entres mangga (Mangifera Indica L.) dan perbedaan waktu
defoliasi entres terhadap pertumbuhan bibit secara grafting.
1.4 Hipotesa
1. Terjadi interaksi antara beberapa macam varietas entres mangga (Mangifera
indica L.) dan waktu defoliasi entres terhadap pertumbuhan bibit secara
grafting.
2. Beberapa macam varietas entres mangga ( Mangifera indica L.) berpengaruh
terhadap pertumbuhan bibit secara grafting.
3. Perbedaan waktu dofoliasi entres mangga (Mangifera indica L.) berpengaruh
terhadap pertumbuhan bibit secara grafting.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taksonomi dan Morfologi
Buah mangga yang bisa dijual-belikan di pasaran pada umumnya adalah buah mangga
Arummanis, Manalagi, Gadung, dan lainnya. Ditinjau dari sistematika, tanaman
mangga dapat digolongkan sebagai berikut :
Devisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji).
Kelas : Angiospermae (berbiji tertutup).
Sub Kelas : Dicotyledoneae (berkeping dua).
Ordo : Sapindale
Famili (keluarga) : Anacardiaceae.
Genus : Mangifera.
Species : Mangifera Indica L. ( Rukmana, 1997).
Mangga (Mangifera indica L.) termasuk famili Anacardiacea, terdiri dari 64
generasi. Di samping mangga, beberapa tanaman lain yang segenerasi dengan
mangga adalah Anacardium occidentale (jambu mete), Spodias mangifera (hot plum,
amra), Bouea macrophylla Griff. (gandaria) dan Pisticia vere L.
(pistachio).(Tjitrosoepomo,2003).
Genus Mangifera L. terdiri dari 62 spesies yang berupa pepohonan daun
selang-seling, berpetiole lengkap dan coriaceous (Singh, 1969). Mukherjee
(1985) menyajikan hanya 41 spesies Mangifera L. yang terdapat di Asia Tenggara,
sedangkan spesies selebihnya-sekurangnya mungkin sinonim. Bunga-bunganya kecil,
berangkai dalam satu malai yang muncul sempurna yang terdapat pada pohon yang sama.
Buahnya termasuk kelompok fleshy drupe dan berserat. Biji kompak dilapisi oleh
kulit dalam seperti kertas dan kulit luar yang berserabut.
Di samping Mangifera indica L. 15 spesies lainya dari genus Mangifera L. dapat
dimakan dan beberapa diantaranya enak dimakan, tetapi kualitas buahnya tidak
sebaik buah mangga (Mangifera indica L.). Meskipun begitu tetap bermanfaat
sebagai batang bawah.
Jumlah kromosom Mangifera L., M. syvatica Roxb., M. coloneura kunz, M.
zenglanica Hook. F., dan M.odorata griff yang dilaporkan oleh Mukherjee (1950)
adalah 2n = 40. singh (1969) manyajikan 2n = 20 dalam seedling M. indica yang
poliembrioni. Dari sejumlah kromosom ini terdiri dari 11 tipe yang terdapat
dalam M. indica dan M.sylvatica. spesies dan varietas M.indica dapat dibedakan
dari satu dengan lainya berdasarkan perbedaan satu atau lebih diantara 11 tipe
kromosom tersebut (Mukherjee, 1950). Berdasarkan ukurannya, dari 20 kromosom
bivalen dalam varietas-varietas mangga adalah besar. Hal ini menunjukkan adanya
kontrol genotipe melalui ukuran kromosom, dan merupakan sebuah fenomena yang
dapat dikaitkan dengan hibridisasi dan mutasi gen. Tentu kejadian secara
sitologis tersebut menunjukkan bahwa mangga adalah alloploid, dan mungkin
sebagian besar amphidiploid. Dengan demikian hibridasi inter-varietas secara
alami sangat penting untuk memperoleh varietas baru. (Purnomo. 1990).
Menurut Rukmana (1999), Kerabat dekat suku mangga-manggaan cukup banyak
diantaranya adalah kemang (Mangifera casei Jack ex Wall), batang atau embacang atau
limu (M.foitida Lour). Tanaman mangga memiliki pohon yang tingginya mencapai 10
m – 30 m atau lebih dan umurnya dapat mencapai puluhan tahun. Batang tubuh
tegak, kokoh, berkayu, dan berkulit agak tebal dan warnanya abu-abu kecoklatan,
pecah-pecah serta mengandung cairan semacam damar. Percabangannya banyak yang
tumbuh ke segala arah hingga tampak rimbun.
Daun tubuh tunggal pada ranting, letaknya berseling-seling dan bertangkai
panjang. Bentuk daun panjang-lonjong dengan bagian ujung meruncing. Permukaan
sebelah bawah berwarna hijau-muda. Bunga tersusun dalam rangkaian bunga (malai)
tiap-tiap malai bunga dalam jumlah sangat banyak, yakni sekitar 1000-6000
kuntum, namun bunga yang berkembang menjadi buah sekitar 1%. Rendahnya
prosentase bunga yang menjadi buah disebabkan oleh banyak faktor diantaranya
adalah, jumlah bunga jantan permalai amat banyak sekitar 90%, namun sel telur
yang normal sangat rendah antara 5 %-10 %. Disamping itu, bunga jantan letaknya
pada pangkal malai, sedangkan bunga sempurna dibagian ujung malai. Kedua
kemampuan tumbuh tepung sari sangat rendah, yakni sekitar 1%-12% tidak sempurna
(abnormal) hingga tidak mampu membuahi sel telur. Ketiga tidak terjadi
penyerbukan akibat banyak turun hujan atau tidak ada lebah penyerbuk. (Rebin,
1999).
Buah mangga disebut buah batu dan memiliki bentuk beraneka ragam, antara lain
bulat, bulat-pendek dengan ujung pipih, dan bulat panjang agak pipih. Susunan
tubuh buah terdiri dari beberapa lapisan, yaitu: tangkai, pangkal buah, kulit
buah, daging buah, serabut, biji, lukukan, paruh, pucuk buah.( Rukmana,1997).
2.2 Jenis dan Varietas Mangga Unggul
Diseluruh dunia banyak jenis mangga, karena penyebaran tanaman hampir mencakup
seluruh benua. Dikawasan ASEAN saja terdapat lebih dari 500 varietas asli
maupun introduksi. Meskipun demikian untuk tujuan komersial, berbagai Negara
hanya memilih jenis atau varietas tertentu untuk dikembangkan secara intensif.
(Kusumo dan Tjiptosuhardjo, 1970).
Di Indonesia dikenal 3 jenis (golongan) mangga yang tersebar luas diberbagai
wilayah nusantara, antara lain terdiri dari mangga Arummanis, Manalagi dan
Golek.
Plasma nutfah mangga di Indonesia
cukup banyak. Sejak tahun 1941 sampai sekarang ragam jenis atau varietas mangga
dikoleksikan di kebun percobaan Cukorgondang, Pasuruan.
Pengembangan mangga varietas unggul dibeberapa negara dirancang sesuai dengan
permintaan pasar (konsumen). Baik konsumen dalam negeri maupun luar negeri.
Filipina mengembangkan mangga untuk sasaran ekspor dengan memilih varietas atau
kultivar Carabao dan Pico. Sementara untuk pasaran dalam negeri memilih
varietas Pahutan, Dudul, Senora, dan Binoboy.
Di Thailand varietas mangga unggul yang dikembangkan secara komersial antara
lain adalah Okyong, Nam Dokmai, Thong Dam, Nang Klangwan Chok’anam,
Pinsendeang, Keo Cuk, dan Read. Varietas unggul lainnya untuk konsumen dalam
negeri adalah Khieo Sawoei, Pimsenman, Selaya, dan Sampi.(Rismunandar,1990).
Di Malasyia terdapat lebih dari 110 klon Mangga, namun baru 5 klon (Varietas)
yang dipilih untuk dikembangkan penanamannya secara komersial. Kelima varietas
tersebut adalah Took Boon, Arumanis, Kuala Selangor, Golek, dan Maha 65. Dua
varietas yang juga dianjurkan adalah Malgova dan Apple Mango.
Di Indonesia dikenal beberapa varietas mangga seperti Arumanis, Golek, Manalagi,
Madu, Cengir, Gendong, Dodol, dan lain lain. Berdasarkan dengan surat keputusan Menteri
Pertanian, telah ditetapkan (dilepas) 3 varietas unggul yaitu: Golek 31,
Manalagi 69, dan Arumanis 143. produksi rata-rata ketiga varietas unggul
tersebut adalah 52,3 Kg/pohon, 36,5 kg/pohon, 54,7 kg/pohon.(Rismunandar,1990).
2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Mangga
2.3.1 Keadaan Iklim
Tanaman Mangga dapat tumbuh dan berproduksi di daerah tropik maupun sub-tropik.
Di daerah tropik Indonesia
mangga tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl namun paling
optimal pada ketinggian 300 m dpl dan iklimnya kering. Unsur penting bagi
tanaman mangga adalah curah hujan, suhu (temperatur), dan angin. Tanaman mangga
membutuhkan pergantian musim kemarau dan hujan yang nyata. Yakni sedikitnya 4-6
bulan kering, dan curah hujan 1000 mm/tahun atau kurang dari 60 mmm/bulan atau
selama jangka waktu musim kering mempengaruhi fase repoduktif. Pembungaan
mangga membutuhkan bulan kering selama 3-5 bulan karena keluarnya bunga mangga
terjadi 1,5 – 2 bulan sesudah awal musim kering. Sedangkan pembuahan
membutuhkan minimal 1 bulan kering setelah pembungaan.(Rukmana, 1997).
Suhu udara yang ideal adalah antara 270-340 C dan tidak ada angin kencang atau
angin panas. Disamping itu, untuk mendapatkan produksi yang optimal, tanaman
mangga membutuhkan penyinaran antara 50%-80%.
Di daerah yang tipe iklimnya basah, mangga sedikit sekali berbuah dan rasanya
cenderung masam, serta tanaman mudah terserang penyakit mati pucuk oleh
cendawan Gloeosporium mangifera.Curah hujan yang tinggi atau angin kencang pada
pembungaan atau pembuahan dapat menyebabkan gugurnya bunga atau buah.
Mangga pada umumnya cocok ditanam di daerah yang beriklim kering, namun
beberapa jenis atau varietas dapat beradaptasi di daerah yang beriklim basah.
Mangga Kemang, Gedong, Cengkir banyak ditanam di daerah Cirebon dan Idramayu yang iklimnya basah.
Mangga varietas unggul seperti Arumanis 143, Manalagi 69, dan Golek 31 tumbuh
dan berproduksi dengan baik di dataran rendah yang beriklim kering.
Daerah-daerah yang mempunyai kondisi iklim kering terdapat di wilayah Indonesia bagian timur, seperti Sulawesi
Tenggara, Lombok, Sumbawa , Kupang, dan lain
lain. (Kusumo dan Tjiptosuhardjo. 1970).
2.3.2 Temperatur
Menurut Rukmana (1997), Temperatur untuk pertumbuhan optimimum tanaman mangga
lebih kurang 24-270C. Pada suhu tersebut pertumbuhan vegetatif dan hasilnya
juga sangat baik. Baik temperatur yang rendah, bagi tanaman mangga muda (umur 5
tahun) akan banyak menderita kerusakan. Namun ada beberapa jenis tanaman mangga
yang masih tahan terhadap suhu rendah, tetapi tidak berproduksi dengan baik.
Menurut pengamatan temperatur tanaman mangga masih dapat hidup adalah lebih
kurang 4-100 C, tetapi temperatur yang baik untuk pertumbuhan dan produksi.
Pada musim kemarau, jika temperatur mencapai lebih dari 450 C dan disertai
angin kencang, dapat mengakibatkan luka bakar matahari pada buah. Untuk
mengatasi hal ini, di tepi perkebunan mangga yang sering ditiup angin kencang
harus diberi tanaman yang lebih tinggi dari pada pohon mangga, supaya dapat
mematahkan kecepatan angin, misalnya ditanami sengon laut.
Pada temperatur kira-kira 450 C dengan kelembaban 15 persen ditempat yang
terlidung, daun-daun dan buah yang masih kecil akan terpengaruh sebagian buah yang
masih kecil akan rontok, sedangkan yang masih berkembang akan menjadi buah yang
tidak berbiji. Pada temperatur maksimum lebih dari 440 C, tanaman mangga masih
dapat hidup, tetapi hasilnya tidak begitu baik.
2.3.3 Curah Hujan
Keadaan volume curah hujan akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman mangga dan
proses produksi dan pembentukan bunga dan buah. Kalau pada musim bunga dan masa
berbuah mulai masak tidak ada hujan, tanaman akan tumbuh dengan baik dan proses
produksi akan berlangsung dengan baik pula. Sebaliknya, apabila waktu musim
bunga, banyak turun hujan, berawan dan banyak kabut, proses pembentukan bunga
akan terganggu. Disamping itu, keadaan tersebut akan merangsang timbulnya hama penyakit yang
penyebarannya cepat sekali.
Jadi pada prinsipnya curah hujan hanya diperlukan pada tidak musim bunga, yaitu
pada masa pertumbuhan vegetatif untuk memacu pertumbuhan cabang, ranting, serta
tunas-tunas baru. Jumlah curah hujan tidak begitu penting pada waktu musim
bunga, tetapi kalau ternyata masih juga turun hujan sedikit justru baik untuk
pertumbuhan bunga, sebab akam menciptakan suasana udara sejuk, tetapi tidak
lembab. (Marhijanto dan Wibowo. 1994).
Prosentase pembagian curah hujan setiap tahun sangat penting pengaruhnya
terhadap proses pembungaan. Sebab masa primordial bunga akan terjadi setelah
musim hujan, sekurang-kurangnya setiap tahun kira-kira 10.000 mm, dan musim
kering lebih kurang 4-6 bulan dengan curah hujan rata-rata 60 mm/bulan. Jika
dalam jangka waktu yang lama tidak ada hujan, maka areal pertanaman dapat
dibantu dengan pengairan. Sebab kalau kondisi kadar air tanah terlalu kering,
bunga mangga dapat menjadi layu dan akhirnya kering.
Beberapa pengaruh curah hujan yang kurang menguntungkan pada musim bunga
adalah:
a). Air hujan akan mencuci butir-butir tepung sari, dan akhirnya tepungsari
tersebut jatuh bersama air hujan.
b). Hujan yang terlalu lebat biasa menyebabkan luka pada permukaan tubuh bunga,
dan bahkan dapat merontokkan bunga.
c). Volume curah hujan yang tinggi mengakibatkan udara menjadi lembab, sehingga
menimbulkan serangan cendawan atau wereng mangga yang lebih hebat, akhirnya
banyak bunga maupun buah yang rontok, dan panen pun gagal.
d). Selama hari-hari hujan, serangga penyerbuk tinggal diam, praktis mereka
tidak melakukan penyerbukan karena tidak dapat terbang.
e). Banyak embun dan kabut dapat menggagalkan pemanenan, karena peristiwa ini
juga mengakibatkan banyak bunga dan buah yang rontok seperti pada waktu musim
hujan.
2.3.4. Ketinggian Tempat
Tanaman mangga dapat tumbuh sampai ketinggian tempat lebih kurang 1.300 m dpl.
Akan tetapi didaerah yang tinggi. Produksinya tidak begitu banyak, dan
kualitasnya pun tidak baik. Jika kita ingin mengusahakan tanaman mangga yang
produksinya optimal, sebaiknya ditanam pada suatu areal yang memiliki ketinggian
maksimal 500 m dpl. (Rukmana. 1997).
Masa berbunga tanaman mangga juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat dari
permukaan laut. Karena negara Indonesia
didaerah tropis pada posisi 110 LU atau 60 LS. Maka setiap kenaikan kira-kira
130 m, ditempat pohon mangga itu ditanam, masa pembungaan tanaman tersebut akan
tertunda selam 4 hari.
2.3.5 Keadaan Tanah
Tanaman mangga mempunyai daya penyesuaian tinggi terhadap berbagai jenis tanah.
Di pantai utara Kraton dan Bangil (Jawa Timur) yang tanahnya berbelah-belah,
termasuk jenis tanah sangat berat (Grumosol), tanaman mangga dapat tumbuh baik.
Untuk jenis tanah grumasol perlu dilakukan penutupan dengan mulsa jerami atau
pemberian kompos dalam jumlah banyak untuk menahan penguapan.
Pertumbuhan dan produksi mangga yang optimal membutuhkan jenis berpasir,
lempung, atau agak liat. Keadaan tanah yang ideal untuk tanaman mangga adalah
subur, gembur, banyak mengandung banyak bahan organik, drainasenya baik, dan pH
optimum antara 5,5-6,0. Jenis tanah Aluvial seperti di Probolingga (Jawa Timur)
mempunyai pengaruh baik terhadap kualitas buah.
Tanaman mangga toleran terhadap kekeringan, namun untuk menjamin pertumbuhan
dan produksi membutuhkan keadaan air tanah yang memadai. Air tanah yang ideal
adalah tidak lebih dari 50 cm dari permukaan tanah. Apabila tidak ada sumber
air, pengadaan air dapat dilakukan dengan cara menampung air hujan dalam
bak-bak penampung. Selama masa pembesaran buah tanaman mangga amat diperlukan
air, terutama pada musim kemarau. (Pracaya. 1990).
2.4 Pengertian Varietas Unggul
Varietas atau kultivar unggul adalah sekumpulan individu tanaman yang dibedakan
oleh setiap sifat (morfologi, fisiologi, sitologi, kimia) yang nyata untuk
maksud usaha pertanian dan bila diproduksi kembali akan menunjukkan sifat
unggul yang dapat dibedakan dari yang lain, Varietas unggul meliputi :
a. Sifat Genetik
Sifat genetik merupakan penampilan varietas murni atau tertentu yang
menunjukkan identitas genetik dari tanaman induknya mulai benih penjenis, benih
dasar, benih pokok dan benih sebar.
b. Sifat Fisiologik
Sifat ini menampilkan kemampuan daya hidup varietas serta bebas dari hama dan penyakit.
c. Sifat Fisik
Sifat fisik merupakan penampilan varietas secara prima bila dilihat secara
fisik seperti ukuran varietas.
Keunggulan sifat kadang-kadang dinyatakan pada salah satu komponen hasil atau
hasil akhir, kadang-kadang juga pada mutu atau kandungan zat gizi maupun hanya
pada kegenjahan atau ketahanannya pada suatu hama penyakit atau kekeringan. Secara total
keistimewaan suatu varietas unggul tentu pada daya produksinya disuatu daerah
tertentu (Rukmana, 1999).
2.5 Morfologi Beberapa Jenis Mangga
2.5.1 Arumanis –143
Mangga arumanis memiliki pohon yang tidak begitu besar dengan ukuran diameter
120-130 cm. Mangga ini memiliki tinggi berkisar 900 cm. Mangga ini memiliki
daun yang sangat lebat berbentuk lonjong, panjang dan ujungnya runcing. Panjang
daun mencapai 22 cm- 24 cm lebarnya berkisar antara 5,5 cm – 7 cm.
Bunganya majemuk dan mempunyai panjang 43 cm – 45 cm lebarnya berkisar antara
5,5 cm – 45 cm, dengan bentuk bunga kerucut. Setelah berbunga, tidak selang
beberapa lama berubah menjadi buah. Buah yang telah tua berwarna hijau tua dan
dilapisi dengan lilin, sehingga warnanya menjadi hijau kelabu. Jika dimasak,
pangkal buahnya akan kering dan pada pada pangkal tangkai buah akan meyebar
warna merah sampai bagian tengahnya.
2.5.2 Golek – 31
Pohon berukuran sedang, berdiameter antara 120-130 cm, miliki cabang banyak.
Pada cabang tersebut terdapat ranting yang merupakan kekuatan untuk menggantung
buah.
Daun mangga golek berbentuk lonjong, pada bagian pangkalnya meruncing sehingga
berbentuk seperti mata tombak. Panjangnya berkisar antara 23 cm – 24,5 cm,
dengan lebar 6 cm.
Mangga ini berbunga majemuk, artinya bunganya banyak dan berkumpul dalam suatu
tangkai sehingga kelihatan bergerombol. Tidak semua bunga dapat menjadi buah,
karena diantara bunga tersebut tidak memiliki putik yang dapat diserbuki juga
disebabkan oleh daya hidup pada tepung sari pada bunga tersebut mulai berkurang
.
Buahnya yang masih muda berwarna hijau muda, rasanya tidak terlalu masam.
Sesudah masak, sebagian kulitnya mulai dari pangkal tangkai berwarna kuning,
sedangkan sebagian lain berwarna kuning kehijauan. Kulitnya dilapisi dengan
lilin tipis sehingga tampak bintik-bintik kelenjar yang berwarna putih
kehijauan, jika sudah tua warnanya akan berubah putih kecoklatan.
2.5.3 Manalagi – 69
Pohon mangga manalagi hampir sama dengan pohon golek dan arumanis, besarnya
berdiameter 120 cm dengan ketinggian 800 cm. Cabang dan rantingnya tidak teralu
banyak (boleh dikatakan kurang).
Daun mangga manalagi berbentuk lonjong dengan ujung yang runcing, dibagian
pangkal tangkai daun berbentu agak bulat. Panjang daun mangga ini berkisar
antara 23 cm-25 cm dan lebar sampai 7,5 cm, permukaan daun agak bergelombang.
Bunga mangga manalagi mempunyai bunga majemuk (berbunga banyak) dan bergerombol
dalam satu tangkai. Sebagian tidak bisa menjadi buah karena sebagian ada yang
tidak memiliki putik yang bisa dibuahi. Bunga manalagi berwarna kuning dengan
tangkai hijau muda sedikit kemerahan dan berbentuk kerucut.
Buah yang masih muda berwarna hijau, jika sudah tua warna berubah menjadi hijau
tua dan agak kelabu, buah yang sudah tua akan berlapis lilin sehingga tampak
hijau keputihan, bila pangkal buah akan berwarna kekuningan tetapi pada ujung
masih berwarna hijau.
2.5.4 Keitt
Mangga ini berasal dari filipina, pohon mangga keitt memiliki tinggi sekitar
6,20 m dengan diameter batang 49 cm batang bawah dan 47 cm batang atas, warna
batang coklat dan kulit batang kehitaman licin. Cabang dan rantingnya jarang
dengan bentuk tajuk piramida tumpul.
Daun mangga keitt berbentuk lonjong dengan pucuk daun berbentuk lancip. Panjang
daun 20,5 cm dan lebarnya berkisar 7,1 cm. Warna pupus cenderung kekuningan dan
panjang pupus berkisar 17,3 cm.
Bunga mangga keitt tersusun teratur dalam satu tangkai. Panjang malai sekitar
31 cm dan lebar sekitar 17 cm. Bentuk malai seperti piramida lancip dengan
warna malai berwarna merah. Bunga mangga ini berwarna merah kekuningan diikuti
porsi bunga permalai 78 sempurna dan 309 jantan.
Berat buah mangga keitt , yaitu 650gr/buah. Ukuran buah relatif besar dengan
panjang 14 cm dan lebar 24 cm dan lingkar 24 cm. Bentuk pucuk buah ini sedikit
berlekuk dan mempunyai paruh. Kulit buahnya tebal, halus berbintik dan jarang
warna putih. Jika sudah masak warna daging buah pada pangkal merah kekuningan
dan pucuk buah hijau. Aromanya sedang, rasanya segar, selain itu buah ini
mempunyai kadar vitamin c 8,9 mg/100 gr buah. (Rebin, et al. 1998).
2.5.5 Haden
Mangga jenis ini merupakan hasil introduksi dari USDA. Besar pohon relatif
besar sekitar 133 cm batang dan 107 cm batang atas. Mangga ini cabang dan
ranting yang jarang dan menyebar dengan bentuk tajuk seperti piramida tumpul
(bulat). Warna kulit batang coklat kehitaman kekuningan dan kulit batang
berwarna coklat kehitaman.
Daun mangga haden berbentuk sempit dengan ujungnya lancip dan dasar daun
runcing. Ukuran daun berkisar 18, 2 cm panjang dan 15,2 cm lebar. Warna pupus
daun coklat tua dengan panjang pupus 21,3 cm.
Bentuk Bunga pada mangga haden teratur dengan ukuran malai bunga, yaitu panjang
malai sekitar 32 cm dan lebar malai sekitar 19 cm, dan bentuk malai bunga
seperti piramida lancip. Bunga buah ini berwarna kuning, malai berwarna kuning
dan warna tangkai malai merah kehijauan. Selain itu porsi bunga buah haden ini
adalah 50 betina dan 50 jantan.
Berat buah berkisar 365 gr/buah, dengan ukuran bauh 9 x 7x 6,5 cm. Bentuk buah
ini bulat dengan pangkal berbentuk rata dan pucuk buah bulat. Ketika sudah
masak daging buah berwarna kuning dan aromanya agak harum, selain itu mangga
ini kadar air 66ml/100gr buah dengan kadar gula 15,52 % (Rebin, et al. 1998).
2.5.6 Irwin
Mangga ini berasal dari Australia, ukuran pohonnya relatif kecil yaitu, mempunyai
ketinggian mencapi 9 m, diameter pohon sekitar 8 cm. Percabangan mangga Irwin
terkategori sedang dengan bentuk tajuk piramida lancip. Sedangkan warna batang
mangga ini adalah coklat.
Bentuk daun mangga Irwin bebentuk sempit, dengan permukaan berombak, pucuk daun
lancip, dasar daun lancip. Ukuran daun meliputi; panjang daun 25 cm dan lebar 5
cm. Warna daun muda hijau muda dan warna daun tua hijau tua.
Bunga pada mangga ini tersusun teratur , berbunga 3-4 kali pada lokasi di
Solok, Sumatera Barat. Ukuran malai yaitu; panjang malai sekitar 43 cm dan
lebar sekitar 26 cm dengan bentuk malai seperti piramida lancip. Sedangkan
warna bunga mangga Irwin adalah merah,merah keunguan dan warna malai bunga
merah kekuningan.
Berat buah sekitar 368,75 gram/ buah. Ukuran buah relatif besar dengan panjang
43 cm, lebar 26 cm. Bentuk pangkal buah rata dan berlekuk, betuk pucuk buah
datar, lekukan pucuk buah datar, paruh sedikit jelas. Daging buahnya tebal
sekita 2,5 cm dengan tekster lunak. Jika sudah masak daging buahnya berwarna
kuning berserat kasar, dan panjang. (Rebin, et al. 1998).
2.6 Perbanyakan Tanaman Mangga
Tanaman mangga dapat diperbanyak atau dikembangkan dengan beberapa cara, cara
pertama adalah seksual (generatif) dengan biji, dimana biji ada yang
monoembrional dan yang polyembrional. Sedangkan cara kedua adalah secara
aseksual (vegetatif), hal ini dapat dilakukan baik melalui grafting, cangkok
maupun rundukan. Cara ketiga adalah pengembangan cara vegetatif dan cara
generatif (Harjadi, 1985).
2.6.1 Perbanyakan secara Generatif
Penanaman mangga yang paling mudah adalah dengan cara menanam biji, kebanyakan
pohon-pohon mangga yang berumur sampai berpuluh-puluh tahun, pohonnya menjadi
sangat besar dan kuat, bibitnya berasal dari biji. Pohon mangga yang dari biji
mempunyai akar tunggang yang kuat dan menjalar ke segala arah sampai puluhan
meter panjangnya (Gardner ,
1989).
Semua biji pelok yang dipersiapkan sebagai benih harus dipilih dari buah yang
benar-benar sudah masak. Usaha pembibitan dengan menggunakan biji masih tetap
diperlukan dan masih banyak dirasakan manfaatnya terutama untuk kepentingan
bibit okulasi dan grafting, sebagai batang bawah (Winarno,dkk 1990).
Beberapa keuntungan perkembangbiakan mangga secara generatif antara lain:
a. Kondisi tanaman dari biji biasanya perakarannya relatif lebih kuat, sehat
dan berumur panjang.
b. Perlakuan mudah dan murah
c. Dapat diperoleh varietas baru yang baik
d. Pada biji poliembrionik dapat menghasilkan tanaman yang sama dengan sifat
induknya.
Beberapa kelemahan pengembangbiakan mangga secara generatif antara lain:
a. Tidak cepat berbuah
b. Varietas baru yang muncul belum tentu mempunyai sifat yang baik seperti
induknya.
c. Untuk mengetahui kualitasnya membutuhkan waktu yang cukup lama, dengan juga
dengan ketahanannya terhadap penyakit. (Danoesastro, 1984).
2.6.2 Perbanyakan Secara Vegetatif
Pengembangbiakan cara vegetatif ini merupakan cara perbanyakan tanaman mangga
tanpa melaui proses seksual (askesual) dimana perbanyakan dilakukan dengan
jalan menggunakan bagian tanaman tersebut. Perbanyakan vegetatif ini terdiri
dari bagian batang, daun dan akar (Sasmita, 1985).
Perbanyakan vegetatif adalah penggabungan antara dua jenis tanaman, yang satu
bertindak sebagai penerima yang disebut batang atas “entres” dan yang lain
bertindak sebagai pendukung (donor) yang disebut sebagai batang bawah. Oleh
karena itu tanaman harus mampu menjalani hidup bersama tanpa menimbulkan yang
tidak diinginkan bahkan mampu meningkatkan kekekaran dan produktifitas dan
kualitas hasil batang atas. untuk maksud tersebut maka batang bawah tersebut
harus mempunyai sifat:
1. Kompatebel dengan entresnya.
2. Resistensi terhadap penyakit batang
3. Mempunyai sistem perakaran yang luas dan kuat
4. Tahan terhadap lingkungan yang menekan.
Perbanyakan vegetatif ini mempunyai kelebihan antara lain :
1. Pada umumnya tanaman mempunyai sifat yang sama dengan pohon induknya,
misalnya: buah besar dan manis, tahan hama
dan penyakit.
2. Tanaman cepat berbunga dan berbuah,walaupun pohonnya masih pendek.
3. Tanaman masih dapat tumbuh dengan baik pada tempat yang permukaan air
tanahnya dangkal, karena tidak mempunyai akar tunggang.
Disisi lain cara perbanyakan ini juga meiliki kelemahan antara lain:
1. Tidak hanya sifat yang baik saja yang diturunkan oleh induknya, tetapi sifat
jeleknya juga diturunkan.
2. Perakaran tidak dalam sehingga pada kondisi angin kencang akan mudah roboh,
dan pada musim kemarau panjang tidak tahan pada kekeringan.
3. Sukar untuk memperoleh banyak tanaman dari atau pohon induk sekaligus
(Rochiman, 1983).
2.6.3 Perbanyakan Mangga Secara Grafting
Grafting adalah teknik menyatukan pucuk yang berfungsi sebagai calon batang
atas dengan calon batang bawah, sehingga dapat diperoleh batang baru yang
memiliki sifat-sifat unggul. Keunggulan dari grafting yaitu lebih mudah dan
lebih cepat dalam pengerjaannya (sederhana), tingkat keberhasilannya cukup
tinggi, banyak digunakan buah kombinasi yang berumur 6-12 bulan atau pada
tanaman induk yang diremajakan. Tujuan teknik ini yaitu untuk mendapatkan bibit
tanaman buah yang unggul, memperbaiki bagian-bagian tanaman yang rusak atau
terserang hama
dan penyakit, membantu proses pertumbuhan tanaman dan memperoleh tanaman buah
kombinasi (Anonymous, 1990).
2.6.3.1 Syarat Batang Atas dan Bawah
Untuk memperoleh hasil (tanaman) sambungan yang baik diperlukan batang bawah
yang cocok dan serasi. Menurut Marhijanto dan Wibowo (1994) tanaman yang baik
untuk batang atas harus mempunya sifat sebagai berikut, yaitu: Cabang dari
pohon yang kuat, normal pertumbuhannya dan bebas dari serangan hama dan penyakit. Mempunyai bentuk
percabangan yang lurus, dimana diameter batang atas harus disesuaikan dengan
batang bawah sekitar paling besar 1 cm. Cabang yang diambil berasal dari pohon
yang yang mempunyai sifat unggul seperti buahnya lebat, tahan penyakit dan
hama, rasa dan aroma buah enak. Dan yang terakhir adalah adanya kemampuan untuk
menyesuaikan diri antara batang atas dengan batang bawah sehingga sambungan
kompatibel (cocok).
Menurut Rismunandar (1990), Sedangkan syarat tanaman yang akan dijadikan batang
bawah harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut; batang bawah yang baik
mempunyai kemampuan daya adaptasi yang tinggi. Mempunyai perakaran dan batang
yang kuat dan tahan terhadap serangan hama
sehingga akan mengokohkan daya topang pohon yang kuat ketika sudah dewasa. Dan
yang terakhir mempunyai kecepatan tumbuh sesuai dengan batang atas yang
digunakan, sehingga diharapkan batang bawah ini mampu hidup bersama dengan
batang atas.
2.6.3.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan
Grafting
2.6.3.2.1 Faktor Tanaman
Kesehatan batang bawah yang akan digunakan sebagai bahan perbanyakan perlu
diperhatikan. Pada batang bawah yang kurang sehat, proses pembentukan kambium
pada bagian yang dilukai sering terhambat. Keadaan ini akan sangat mempengaruhi
keberhasilan penyambungan (Sugiyanto, 1995). Pendapat ini didukung oleh Garner
dan Chaudri (1976) yang mengemukakan bahwa batang bawah berpengaruh kuat dalam
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sehingga pemilihan tanaman yang digunakan
sebagai batang bawah sama pentingnya dengan pemilihan varietas yang akan
digunakan sebagai batang atas.
Berhasilnya pertemuan entres dan batang bawah bukanlah jaminan adanya
kompatibilitas pada tanaman hasil sambungan. Sering terjadi perubahan pada
entres maupun pada tanaman hasil sambungan, misalnya pembengkakan pada
sambungan, pertumbuhan entres yang abnormal atau penyimpanan pertumbuhan
lainnya, dimana keadaan ini disebut inkompatibel. Hal ini dapat disebabkan oleh
perbedaan struktur antara batang atas dan batang bawah atau ketidakserasian
bentuk potongan pada sambungan (Rochiman dan Harjadi, 1973). Sedangkan batang
yang mampu menyokong pertautan dengan baik dan serasi disebut kompatibel
(Winarno, 1990).
2.6.3.2.2 Faktor Pelaksanaan
Faktor pelaksanaan memegang peranan penting dalam penyambungan. Menurut
Rochiman dan Harjadi (1973) kecepatan penyambungan merupakan pencegahan terbaik
terhadap infeksi penyakit. Pemotongan yang bergelombang dan tidak sama pada
permukaan masing-masing batang yang disambungkan tidak akan memberikan hasil
yang memuaskan ( Hartman dan Kester, 1976).
Kehalusan bentuk sayatan dari suatu bagian dengan bagian lain sangat penting
untuk mendapatkan kesesuaian posisi persentuhan kambium. Ukuran batang bawah
dengan batang atas hampir sama sangat diharapkan agar persentuhan kambium
sangat banyak terjadi. Apabila batang atas lebih kecil dari batang bawah, maka
salah satu sisi kambium harus cepat. Cara penyambungan suatu tanaman
keberhasilannya lebih banyak dibandingkan dengan metode lain. Disamping itu
ketrampilan dan keahlian dalam pelaksanaan penyambungan maupun penempelan serta
ketajaman alat-alat yang digunakan juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan pekerjaan tersebut (Sugiyanto, 1995;Winarno, 1990).
2.6.3.2.3 Faktor Lingkungan
Cahaya matahari sangat kuat akan berpengaruh terutama pada saat pelaksanaan
penyambungan. Oleh karena itu penyambungan dilakukan pada waktu pagi hari atau
sore hari. Penyambungan sebaiknya dilakukan pada musim kemarau. Selain untuk
menghindari kebusukan, curah hujan pada musim kemarau batang sedang aktif
mengalami pertumbuhan serta entres yang tersedia cukup masak (Sugiyanto, 1995)
2.7 Defoliasi (Perompesan Daun)
Menurut Widianto (1988) dalam Sudarto (2000), Cara yang umum dilakukan dalam
hal ini perompesan dalam batang atas adalah daun-daun pada calon batang atas
dibuang helai yang paling ujung daun yang tinggi dua helai digunting dan
disisakan ¼ bagian.
Usaha untuk mengetahui sejauh mana efesiensi hasil suatu tanaman tergantung
pada aktifitas organ pengguna yaitu dengan perompesan sebagian daun atau
menghilangkan sebagian pengguna. Organ pengguna yang dimaksud adalah pengguna
fotosintat misalnya: titik tumbuh, bunga, buah, akar. Sedangkan penghasil
bagian tanaman, atau organ yang menghasilkan fotosintat misalnya daun yang
membuka penuh, seludang daun, namun sebagian besar fotosintat dihasilkan oleh
daun dan digunakan oleh organ tanaman yang aktif tumbuh. Widianto (1988).
Pertumbuhan daun selalu cenderung mengalami perubahan subtansi yang mengarah
terjadinya absisi. Perompesan daun (defoliasi) telah membuang asimilat, juga
meniadakan hormon pertumbuhan tunas yang biasanya ditranslokasikan dari daun,
sehingga dapat mempertinggi sambungan jadi dan mepercepat pembentukan tunas
(Widianto,1988).
Menurut Sudarto (2000), bahwa defoliasi mempunyai pengaruh pada peubah panjang
tunas yang terjadi pada 98 hari setelah grafting dan menunjukkan perbedaan yang
sangat nyata, secara terpisah perlakuan entres yang didefoliasi dengan cara
membuang daun dan menyisakan 2-3 helai daun terbukti dapat meningkatkan panjang
tunas. Hal ini diduga karena hormon penghambat pertumbuhan tunas yang biasanya
ditranslokasikan dari daun semakin berkurang, seiring dengan dengan pengurangan
cabang entres sehingga proses penyatuan sambungan dapat terjadi dengan baik.
Perlakuan defoliasi cabang entres dapat mendukung prosentase sambung jadi. Hal
ini disebabkan karena ada kaitannya dengan kandungan asimilat yang terakumulasi
pada cabang entres yang dirompes. Akumulasi asimilat dapat merangsang
pembelahan, pembesaran dan deferensiasi sel, yang kemudian mendorong proses
pertautan antara batang atas dan bawah, sehingga melancarkan unsur hara dan air
dari batang bawah kebatang atas (Lukman, 2004).
Sedangkan menurut Lukman (2004), pada tanaman jambu mete pengaruh lama waktu
defoliasi sebelum penyambungan pada tiga stadium entres terhadap keberhasilan
penyambungan menunjukkan keberhasilan yang cukup tinggi, diatas 54,4 % yaitu
dengan defoliasi pada 3 dan 6 hari. Entres yang sedang aktif dapat digunakan
sebagai entres dengan perlakuan defoliasi. Tunas akan keluar dari tunas yang
berada diketiak daun disamping batang pucuk. Perlakuan defoliasi pada tunas
tidur menunjukan keberhasilan lebih tinggi dibanding pada tunas aktif dan
entres tanpa pucuk, yaitu 89,3% dengan defoliasi 3 HSS dan 77,1% dengan
defoliasi 6 HSS. Hadad dan Koernati (1996) melaporkan, bahwa tingkat
keberhasilan penyambungan pada umur 60 HSP cukup representatif. Munculnya
tunas-tunas baru menunjukkan bahwa hasil sambungan kompatibel.
Perontokan daun sebelum penyambungan pada ketiga stadium entres menunjukkan
tingkat keberhasilan lebih tinggi, mencapai 54,4-89,3% dibanding dengan tanpa
defoliasi (13,7- 31,3%). Hal ini akan menunjukkan bahwa perontokan daun sebelum
penyambungan berpengaruh positif dalam penyembuhan luka.
Alvin et al. (1972) melaporkan semakin banyak daun yang dipangkas semain banyak
senyawa absicic acid (ABA ) yang hilang sehingga
meningkatkan nisbah sitokinin dengan ABA .
Lebih lanjut dijelaskan bahwa sitokinin berperan pada pemacuan pertunasan. Hal
ini menunjukkan bahwa waktu defoliasi antara 3-6 HSS dapat mengimbangi proses
penyembuhan dan menstimulir hasil metabolisme untuk mendorong munculnya tunas
atau pucuk baru.
Penggunaan stadium entres dengan defoliasi kelihatannya berpengaruh terhadap
pertumbuhan tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah daun. Perlakuan stadium
entres dengan defoliasi menunjukkan pertumbuhan tanaman yang lebih tinggi
dengan diameter batang yang lebih besar serta jumlah daun lebih banyak
dibanding dengan tanpa defoliasi (Alvin ,1972).
2.8 Proses Pertautan Sambungan
Proses pembentukan pertautan sambungan dapat disamakan dengan penyembuhan luka,
apabila pangkal sebuah tanaman dibelah, maka jaringan yang luka tersebut akan
sembuh dengan jika luka tersebut diikat dengan kuat. Keberhasilan penyambungan
suatu tanaman tergantung pada terbentuknya pertautan sambungan itu, dimana
sebagian besar disebabkan oleh adanya hubungan kambium yang rapat dari kedua
batang yang disambungkan (Ashari, 1995).
Ashari (1995), mengemukakan bahwa pertautan antara btang atas dengan batang
bawah melalui beberapa tahapan. Apabila dua jenis tanaman disambung maka pada
daerah potongan dari masing-masing tanaman tersebut tumbuh sel-sel
meristematis. Agar proses pertautan tersebut dapat berlanjut, kegiatan
sel/jaringan meristem antara daerah potongan harus terjadi kontak untuk saling
menjalin secara sempurna. Hal ini hanya mungkin apabila kedua jenis tanaman
cocok (kompaibel) dan irisan luka rata, serta pengikatan sambungan tidak
terlalu lemah dan tidak terlalu kuat, sehingga terjadi kerusakan/kematian
jaringan.
Adnance dan Brison (1976), menjelaskan adanya pengikat yang erat akan menahan
bagian sambungan untuk tidak bergerak, sehingga kalus yang terbentuk akan
semakin jalin-menjalin dan terpadu dengan kuat. Jalinan kalus yang kuat semakin
menguatkan pertautan sambungan yang terbentuk.
Lebih lanjut Hartman dan Khester (1975) mengemukakan proses fotosiologis
didalam peristiwa penyembuhan luka adalah sebagai berikut:
• Setelah dilakukan penyembuhan antara batang bawah (stock), batang atas
(scion), maka tahap pertama di daerah kambium.
• Pada tahap kedua, sel-sel parenkim berkembang sehingga terjadi penggabungan
antara batang bawah dengan batang atas.
• Pada tahap ketiga, terjadi deferensiasi pada sel-sel kambium baru dan terjadi
penggabungan antara dua kambium (lama) dari batang bawah dan atas.
Setelah tahap pertama sampai tahap ketiga selesai, maka tebentuklah jaringan
vaskuler baru (xylem, dan floem) sebagai saluran untuk menyalurkan air dan
zat-zat makanan antara batang bawah dan atas (Abidin,1987).
Menurut Ashari (1995), dalam proses penyambungan ada beberapa hal yang harus
ketahui adalah sebagai berikut:
a). Polaritas
Dalam melakukan sambung atau okulasi, hal penting yang harus diperhatikan
adalah polaritas bagian batang atas dan batang bawah. Untuk batang atas, bagian
dasar entres atau mata tempel harus harus disambungkan dengan bagian atas
batang bawah. Dalam hal okulasi, berarti mata tunas harus menghadap keatas.
Bila runtutan atau posisi terbalik, maka sambungan tidak akan berhasil baik,
karena fungsi xilem sebagai penghantar hara dari tanah maupun fungsi floem yang
mengantar asimilat dari daun terbalik arahnya. Tetapi sebaliknya, apabila
entres disambungkan pada akar tanaman, maka posisinya menjadi terbalik, yaitu
bagian dasar entres harus disambungkan pada bagian dasar akar karena ujung akar
sifatnya geotropik (Lukman, 2004).
b). Kompatibilitas
Pengertian kompatibilitas adalah kemampuan dua jenis tanaman yang disambung
untuk tumbuh menjadi satu tanaman baru. Kebalikan kejadian ini adalah
inkopitibilitas.
Bahan tanaman yang disambungkan akan menghasilkan persentase kompatibilitas
tinggi apabila tinggi tanaman tersebut masih dalam satu spesies atau satu klon.
Bahkan ada kalanya berbeda spesies pun dapat berhasil disambung asalkan masih
dalam satu famili, tentu saja hal ini bergantung pada jenis tanaman
masing-masing. Pada tanaman mangga dan jeruk terlihat kompatibilitas yang
tinggi, misalnya jeruk roug lemon disambungkan dengan jeruk siem besar jeruk
nipis dan sebagainya. Dengan halnya dengan mangga ; mangga madu memberikan
keberhasilan tinggi bila disambung dengan batang atas jenis golek, lalijiwo dan
sebagainya (Lukman, 2004).
Inkompatibilitas antar jenis tanaman yang disambung mulai terlihat pada
beberapa tahapan, mulai sejak gagalnya sambungan hingga matinya tanaman
sambungan secara perlahan. Adapun kriteria inkompatibilitas menurut Hartman dan
Kester (1978) sebagai berikut:
1. Tingkat keberhasilan sambungan rendah.
2. Pada tanaman yang sudah berhasil tumbuh, terlihat daunnya menguning, rontok
dan mati tunas.
3. Mati muda pada bibit sambungan.
4. Terdapat perbedaan laju tumbuh antara batang bawah dengan batang atas .
5. Terjadinya pertumbuhan yang berlebihan baik batang bawah ataupun batang atas
(Hartman dan Kester, 1978).
III. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari sampai dengan bulan April 2006,
di kebun percobaan Pohjentrek Pasuruan. Ketinggian tempat 4 m dpl, dengan jenis
tanah latosol kompleks, tipe iklim D Smith Ferguson, curah hujan per tahun 1332
mm dengan 96 hari hujan, suhu rata-rata 27o C dan kelembaban nisbih 65%.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah pisau okulasi,
gunting stek, kamera, alat tulis dan peralatan lain yang mendukung dalam
pelaksanaan.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah entres varietas
Irwin, Haden, Kengsinton apple, Arumanis 143, Golek 31, Manalagi 69. Tanaman
mangga, batang bawah varietas madu 225, pupuk kandang kambing, tanah, pasir,
polibag, plastik pembungkus.
3.3 Metode
Pelaksanaan penelitian ini menggunakan percobaan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Faktorial, 2 faktor dengan 3 kali ulangan. Dimana macam varietas sebagai faktor
I, dan perbedaan waktu defoliasi sebagai faktor II.
Faktor I adalah varietas entres (V) yang terdiri dari 6 level :
V1 : entres mangga varietas Heiden
V2 : entres mangga varietas Irwin
V3 : entres mangga varietas Kensintong Apple
V4 : entres mangga varietas Arumanis-143
V5: entres mangga varietas Golek-31
V6 : entres mangga varietas Manalagi-69
Faktor II adalah waktu defoliasi (D) yang terdiri dari 3 level:
D1: 0 hari sebelum sambung
D2: 6 hari sebelum sambung
D3: 12 hari sebelum sambung
Dari kedua faktor tersebut didapat 18 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan
diulang sebanyak 3 kali dan diwakili oleh 3 sampel. Sehingga seluruh populasi
berjumlan 162 tanaman. Seperti pada Tabel 1 dibawah ini :
Perlakuan Defoliasi 0 Hari Sebelum Sambung Defoliasi 6 Hari Sebelum Sambung
Defoliasi 12 Hari SebelumSambung
Entres V. Haden V1D1 V1D2 V1D3
Entres V. Irwin V2D1 V2D3 V2D3
Entres V.Kengsinton Apple V3D1 V3D2 V3D3
Entres V. Arumanis-143 V4D1 V4D2 V4D3
Entres V. Golek V5D1 V5D2 V5D3
Entres V. Manalagi V6D1 V6D2 V6D3
3.4 Pelaksanaan Percobaan
3.4.1 Persiapan Media
Persiapan dimulai dengan mengemburkan tanah, kemudian dicampur dengan pasir dan
pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1 . kemudian media yang sudah dicampur
itu dimasukkkan kedalam polybag yang bagian dasar berlubang, ukuran tinggi 20
cm dan diameter 12,5 cm.
3.4.2 Penyediaan Batang Bawah
Batang bawah yang digunakan adalah varietas madu-225 yang telah ditanam
dipolibag yang berumur kurang lebih 4 bulan, batang bawah yang digunakan
tersebut mempunyai diameter batang 0,5-0,7 cm.
3.4.3 Penyediaan Batang Atas
Penyediaan batang atas yang diguanakan adalah sebagai entres dari varietas
mangga Haden, Irwin, Kensinton Apple, Arumanis-143, Golek-31, Manalagi-69.
Batang atas dipilih dari ranting yang baik, diameter batang disesuaikan dengan
batang, bentuknya lurus panjang sekitar 15 cm.
3.4.4 Defoliasi (perompesan daun)
Perompesan dilakukan dengan cara membuang seluruh daun pada cabang yang akan
dijadikan batang atas. Saat perompesan dilakukan berdasarkan waktu: yaitu 0
hari sebelum sambung, 6 hari sebelum sambung, 12 hari sebelum sambung.
3.4.5 Pelaksanaan Penyambungan
Batang bawah yang ada dipolybag akan disambung bila sudah mencapai sebesar
pensil. Cara penyabungan menggunakan model sambung celah, pelaksanaan
penyambungan dilakukan setelah entres didefoliasi sesuai dengan perlakuan yang
yang ada. Pengikatan penyambungan menggunakan kantong plastik es yang lentur
dengan cara dimulai dari bawah keatas kemudian sisa plastik ditutupkan pada
entres, tujuan untuk menjaga kelembababan bibit hasil sambungan.
3.4.6 Pemeliharaan Bibit Sambungan
Selama pembibitan pemeliharaan sambungan agar diperoleh keberhasilan yang baik,
maka dilakukan pemeliharaan sebagai berikut:
3.4.7 Pemberian Air
Untuk memenuhi kebutuhan air dalam pertumbuhan, penyiraman dilakukan dua hari
sekali pada pagi hari. Banyak air yang diberikan dalam jumlah yang cukup,
artinya pemberian tersebut tidak sampai tergenang. Alat yang digunakan adalah
gembor.
3.4.8 Pemupukan
Pemupukan awal berupa pupuk N dan P diberikan setelah bibit berumur satu bulan
setelah sambung dengan kandungan nitrogen lebih tinggi. Dosis pupuk 15 gram P
perpolibag, caranya dengan dibenamkan sedalam 10 cm dalam polibag.
3.4.9 Pengendalian Hama Penyakit
Apabila ada tanda-tanda terserang penyakit, dikendalikan dengan menggunakan
Decise dengan dosis 2 cc/liter dan untuk pengendalain serangga digunakan
insektisida dursban yang diberikan dengan konsntrasi 2 cc/liter air. Dan waktu
pemberian dilakukan pada umumya 14 HSS sedang pemberantasan berikutnya
tergantung serangan atau bila terjadi serangan hama dana penyakit.
3.5 Alur Pelaksanaan Percobaan
3.6 Pengamatan
Dalam penelitian tidak semua diamati tetapi pengamatan dapat dilakukan hanya
dengan pengambilan beberapa sampel (contoh) yang mewakili.
Pengamatan dilakukan secara non destruktif setiap 6 hari sampai 58 HSP, kecuali
untuk saat pecah mata tunas dilakukan 2 hari sekali. Pengamatan terhadap
keberhasilan bibit mangga hasil grafting ini dilakukan dengan mengamati
parameter:
1. Saat Muncul Tunas
Saat pecah tunas dihitung dari munculnya bakal daun yang ditandai apabila
seludang daun telah lepas.
2. Persentase Sambung Jadi
Pengukuran keberhasilan grafting dimulai dari masuknya batang atas ke batang
bawah setelah 3 minggu dari penyambungan, dihitung dengan rumus :
P = Jumlah entres yang tumbuh x 100%
Jumlah sample tanaman
3. Panjang tunas
Pengukuran dimulai dasar tunas sampai titik tumbuh dilakukan 10 hari sekali
5. Diameter tunas
Pengukuran dilakukan diatas sambungan kurang lebih dua cm, waktu pelaksaan 12
hari setelah sambung dengan menggunakan jangka sorong.
4. Luas Daun
Luas daun dengan mengukur panjang dan lebar daun maksimum kemudian dikalikan
dengan faktor koreksi dikalikan jumlah daun pertanaman.
LD = P xL xF k x n
Dimana :
LD : Luas daun L : Lebar daun
P : Panjang daun Fk : Faktor koreksi
n : Jumlah daun pertanaman
3.6 Analisa Data
Data penelitian akan dianalisa dengan menggunakan RAK
Faktorial untuk mencari interaksi antara perbedaan waktu defoliasi entres
dengan beberapa macam varietas terhadap pertumbuhan bibit mangga. Jika uji F
pada analisis ragam menunjukkan pengaruh yang nyata, maka pengujian selanjutnya
menggunakan uji jarak duncan (Duncan Multiple Range Test) 5 %.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Saat Muncul Tunas
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi yang sangat nyata
antara macam varietas dan perlakuan defoliasi entres terhadap peubah saat
muncul tunas
Rerata saat muncul tunas pada pengaruh interaksi antara macam varietas dan
perlakuan defoliasi entres.
Hasil analisis ragam yang dicobakan menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada
peubah saat muncul tunas. Varietas golek yang didefoliasi saat sambung
menghasilkan saat muncul paling cepat tetapi tidak berbeda nyata dengan
kombinasi perlakuan yang lain.
Dalam hal ini karena hasil sambungan pada varietas golek yang didefoliasi saat
sambung lebih cepat membentuk sel-sel fungsional, sehingga terjadi pertautan
antara batang atas dengan batang bawah yang lebih sempurna. Menurut Suseno
(1968) mengemukakan bahwa defoliasi daun pada batang atas dimaksudkan untuk memecahkan
dormansi tunas-tunas yang terdapat pada batang. Hal ini didukung Sudarto
(2000), bahwa perlakuan defoliasi pada cabang entres dapat mendukung persentase
sambung jadi dan mempercepat tumbuhnya tunas atas. Hal ini disebabkan karena
ada kaitannya dengan kandungan asimilat yang terakumulasi pada cabang entres
yang dirompes. Dimana akumulasi hasil asimilat dapat merangsang pembelahan,
pembesaran dan deferensiasi sel, yang kemudian mendorong proses pertautan
antara batang atas dan batang bawah. Sehingga unsur hara, mineral, dan air
dapat berjalan dengan lancar dari batang bawah ke batang atas.
Sedangkan varietas kengsinton apple dengan defoliasi 12 hari sebelum sambung
menghasilkan saat muncul tunas terlama dan berbeda nyata dengan kombinasi
perlakuan yang lain. Hal ini di duga waktu defoliasi entres yang terlampau lama
yaitu 12 hss menyebabkan fotosintat yang tersimpan pada entres dirombak sehinga
entres tersebut muncul tunas sebelum disambung. Menurut Ashari (1995), bahwa
tunas atau entres yang baik untuk sambung adalah entres dalam keadaan dorman
atau segera akan tumbuh.
Varietas Arumanis-143 menunjukkan persentase hidup lebih tinggi dan berbeda
nyata dibanding dengan varietas Heiden pada semua umur pengamatan. Hal ini
diduga varietas menunjukkan kesiapan tumbuh saat itu didukung oleh keadaan
entres dan batang bawah serta translokasi bahan organik dari batang bawah
keentres maupun faktor lingkungan.
Menurut Hartman dan Kester (1976) keberhasilan sambungan disebabkan adanya
hubungan sel-sel fungsional pada daerah sambungan yang terbentuk sehinga dapat
mengalirkan air serta nutrisi dari kedua batang secara sempurna.
Sedangkan pada perlakuan defoliasi tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap persentase sambung jadi pada semua umur pengamatan. Hal ini diduga
rentang waktu defoliasi entres terlampau lama, sehingga hal ini menyebabkan
fotosintat yang tersimpan pada entres telah terpakai semua pada saat muncul
tunas.
Menurut Supriyanto (1995) bahwa faktor-faktor lain yang mempengaruhi
keberhasilan sambung diantaranya adalah temperatur, kelembaban dan keadaan O2
disekitar bidang pertautan, dimana ketiga faktor inilah secara langsung
berperan dalam proses pertautan antara batang atas dengan batang bawah.
4.2.2 Panjang Tunas
Varietas Manalagi dan waktu defoliasi 12 hss menghasilkan panjang tunas yang
lebih panjang dan berbeda nyata dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lain
pada umur 51 dan 58, tetapi tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan varietas
Golek dengan defoliasi 6 hss, hal ini diduga dipengaruhi oleh cepatnya
pertautan dan tingkat kompatibilitas antara batang atas (varietas Manalagi) dan
batang bawah (varietas Madu-22) yang tinggi, sehingga aliran nutrisi berjalan
dengan lancar serta memudahkan aktifitas meristem apikal dapat berlangsung
dengan baik dan perkembangan tunas segera terjadi. Menurut Garner dan Chaundri
(1976) dalam Ifdlali (2002) mengemukakan bahwa batang atas berpengaruh kuat
dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Sedangkan Wattimena (1987) yang mengemukakan bahwa tinggi tanaman sangat dipengaruhi
oleh aktifitas auksin, suatu phytohormon yang berpengaruh didalam inisiasi dan
pemajangan sel pucuk tanaman. Hali ini didukung oleh Abidin (1985) yang
mengemukakan bahwa auksin dapat meningkatkan permeabilitas sel terhadap air,
meningkatkan sintesa protein, dan pengembangan dinding sel.
Menurut Lakitan (1996) mekanisme pemanjangan batang diawali dengan sel-sel
meristem batang mula-mula membesar secara radial dan setelah itu terjadi
dideferensiasi. Selanjutnya terbentuk prokambium, kemudian xilem dan floem.
Diferensiasi ini berlansung secara akropetal, mulai dari sel-sel yang lebih
tua. Setelah dideferensiasi terjadi, sel-sel ini kemudian membesar secara
longitudinal, sehingga mengakibatkan pemanjangan batang.
4.2.4 Diameter Tunas
Varietas Arumanis-143 pada umur pengamatan 44 HSS menunjukkan diameter tunas
lebih besar dan berbeda nyata dibanding semua perlakuan macam varietas. Diduga
varietas Arumanis-143 pada umur tersebut sudah terjadi persentuhan kambium
antara batang bawah dan batang atas, yang ditandai dengan bertambahnya ukuran
diameter tunas. Dan kedua sambungan memiliki kedudukan yang mantap sehingga
memudahkan pertautan antara batang bawah dan batang atas. Dijelaskan oleh
Rochman dan Harjadi (1973), bahwa keberhasilan sambungan dipengaruhi oleh
berbagai hal, disamping batang bawah dan batang atas sendiri juga dipengaruhi
oleh hubungan sel-sel fungsional pada daerah tempelan.
4.2.5 Luas Daun
Daun merupakan bagian tanaman yang berpengaruh penting terhadap fotosintesisis,
dimana laju fotosintesis persatuan luas tanaman di tentukan oleh luas daun.
Varietas Golek menghasilkan luas daun lebih besar dan berbeda nyata
dibandingkan dengan vaietas Heiden pada semua umur pengamatan. Hal ini diduga
sambungan yang telah terbentuk dengan baik, sehingga akan mempercepat transpor
nutrisi, dimana nutrisi tersebut akan diubah menjadi energi dalam fotosintesis
dan energi inilah yang digunakan untuk pembelahan sel-sel meristem daun
sehingga luas daun menjadi meningkat. Selain energi, fotosintesis juga
menghasilkan fotosintat yang kemungkinan juga ditranslokasikan untuk pelebaran
luas daun. Pembagian asimilat atau fotosintat sangat penting pada masa
pertumbuhan vegetatif maupun reproduksi. Pembagian selama fase vegetatif akan
menentukan luas daun terakhir (Garner, F.B, Perce.Rager, 1985).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Terjadi interaksi antara macam varietas entres pada perbedaan waktu
defoliasi terhadap saat muncul tunas dan panjang tunas.
2. Varietas golek dengan defoliasi saat sambung menghasilkan saat muncul tunas
paling cepat yaitu 4,14 HSS. Sedangkan pada varietas manalagi dengan defoliasi
12 hari sebelum sambung menghasilkan panjang tunas lebih tinggi dibanding
dengan kombinasi perlakuan lain pada umur 51 dan 58 HSS, yaitu 24 – 24,36 cm.
3. Varietas arumanis-143 menunjukkan persentase sambung jadi yang tertinggi,
diameter yang lebih besar, dan diameter tunas yang lebih besar.
4. Perbedaan waktu defoliasi tidak memberikan pengaruh pada persentase sambung
jadi, diameter tunas dan luas daun.
5.2 Saran
Perlu dikaji lebih lanjut pertumbuhan bibit mangga hasil defoliasi sehingga
didapatkan hasil bibit yang berkualitas.